TERAS KEJARI TORAJA BAHAS SOAL OPTIMALISASI LEMBAGA ADAT DALAM MENYELESAIKAN PERSOALAN HUKUM

534
0
Teras Kejari Tana Toraja, Selasa (3/9/2019).

Updatekareba.Com, Toraja – Persengketaan di satu sisi merupakan hal yang lumrah terjadi dalam kehidupan masyarakat, tetapi di sisi lain menciptakan ketidakharmonisan dan ketidak seimbangan kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat yang komunal dan dan didasari pada prinsip-prinsip.

Kebersamaan maka keharmonisan, dan keseimbangan hidup merupakan tatanan ideal yang selalu ingin dipertahankan. Gangguan terahadap hal tersebut, seperti terjadinya persengketaan harus segera diakhiri.

Hal ini mendasari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tana Toraja melakukan diskusi yang dikemas dalam “Teras Kejari Tana Toraja” di halamam kantor Kejari Tana Toraja, Kecamatan Makale, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Selasa (3/9/2019) siang.

Kajari Tana Toraja Jefri P. Makapedua menyampaikan dalam kehidupan bernegara sekarang ini tersedia beberapa alternative
cara penyelesaian sengketa, bisa melalui lembaga peradilan formal (litigasi) dan memungkinkan diselesaiakan di luar pengadilan (no-litigasi). Dalam realitas kehidupan masyarakat sering ditemui penyelesian sengketa atau
perkara diluar pengadilan.

“Salah satu mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah melelui pendekatan adat. Penyelesaian melalui pendekatan adat dimaksud kan adalah penyelesian sengketa dengan mekanisme adat dan oleh lembaga adat,” kata Jefri P. Makapedua

Menurut hukum adat penyelesaian sengketa secara adat tetap memperhatikan hak-hak dari para pihak yang bersengeta. Para fungsionaris Peradilan Adat haru selalu menjamin perlindungan hak-hak para pihak yang bersenketa/berperkara.

“Perlindungan hak ini diimplimentasikan dalam mekanisme pemnyelesaian sengketanya. Mekanismenya mengakomodir prinsip Thesa, Anti Thesa dan Sinthesa, sebagaimana lazimnya digunakan dalam peradilan formal, dengan langkah-lagkah penyelesaiannya,” ungkap Kajari Tana Toraja.

Kajari Tana Toraja pun menegaskan penyelesaian sengketa melalui pendekatan adat merupakan alternatif penyelesaian sengekta yang terjadi dalam masayarakat, khusunya dalam masyarakat Toraja dan merupakan bentuk penyelesaian sengketa secara damai yang diperankan oleh lembaga adat. Tujuan utamanya adalah mengembalikan
kerukunan, keharmonisan dan keseimbangan kehidupan masyarakat.

Dalam realitas kehidupan masyarakat di Toraja telah banyak sengketa diselesaikan secara adat dan ini efektif merukunkan kehidupan masyarakat.

“Kalau ini bisa lebih efektif dilakasanakan diperkirakan akan bisa mengurangi beban kerja peradilan formal. Untuk ini perlu dibangun kesepahaman dan kebersamaan untuk mendorong lebih berfungsinya lembaga adat dalam penyelesaian sengketa”, tambah Kajari.

Sementara Bupati Toraja Utara Kalatiku Paembonan yang hadir dalam Teras Kejaksaan ini mengungkapkan dua fenomena politik dan sosial utama yang muncul pada masa saat ini adalah konflik, dan kembalinya identitas adat (revitalisasi adat) di daerah-daerah. Tidak hanya sekedar menjadi jargon belaka, namun di beberapa tempat, upaya revitalisasi kelembagaan adat termasuk peran sosialnya didukung oleh berbagai pihak.

“Dalam konteks saat ini dengan fasilitasi otonomi daerah dan berlakunya desentralisasi, maka keinginan untuk memberlakukan kembali kearifan tradisional atau kerap disebut dengan ”mekanisme adat” untuk mewujudkan keadilan dan kedamaian mulai berkembang,” ucap Bupati Toraja Utara.

Hadir dalam acara ini Ketua Aliansi Masyarakat Toraja (Aman) Romba M. Sombolinggi, Pimpinan Badan Nasional Pertanahan Tana Toraja dan Toraja Utara serta OPD terkait dari dua Pemkab di Toraja.(*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here